Gadis 3 Dunia
Gadis 3 Dunia
Gadis 3 Dunia
Tentang Buku
Gadis 3 Dunia "Aku hanyalah seorang gadis kecil yang tak mampu berbuat banyak, tapi aku memiliki kekuatan suara hati yang orang lain tidak memilikinya." Aleria Edell menahan rasa sakit yang sangat dalam. Bertahun-tahun hidupnya hanya digulung oleh rasa sakit. Aleria selalu dihibur oleh kakak lelakinya, Ludwig. Sampai pada suatu hari dimana ketua suku Arcan, Luper, menghampiri Aleria dan memegang tangannya, Luper memejamkan mata dan menyebutkan sebuah mantra-mantra pendek. Luper bermaksud untuk mewariskan sesosok makhluk penjaga yang disebut Abror, tidak lama kemudian, Aleria tertidur dan dia bermimpi. Di dalam mimpinya ia bertemu sesosok makhluk seperti manusia namun memiliki telinga yang panjang, tubuh yang tinggi, dan sebuah tongkat sihir (ya, itulah yang Abror). Luper meniupkan hembusan yang membuat Aleria terbangun dari tidurnya, namun beberapa hari kemudian penyakit yang di deritanya semakin parah. Hal ini disebabkan karena Aleria belum cukup kuat untuk menerima sebuah Abror, bahkan ia hampir hilang ingatan. Ludwig tidak tahan melihat adik kesayangannya diterpa rasa sakit yang tiada hentinya, Ludwig bergegas pergi dari desa Arcan untuk mencari obat yang dapat menyembuhkan penyakit Aleria. Ludwig pergi jauh entah kemana, yang Ludwig titipkan pada Aleria hanyalah sebuah kalung miliknya. ᖛ Hidup hanya untuk kesakitan bukanlah hal yang aku inginkan, tapi entah mengapa, tubuh ini rasanya selalu lemah, sesungguhnya aku ingin sekali bermain layaknya anak kecil lain yang pagi hari melihat indahnya matahari terbit, burung yang berkicau, suasana yang sejuk dan nuansa kesehatan yang mereka miliki membuatku sungguh iri. Kemarin aku bermimpi, aku bertemu dengan sesosok makhluk yang aneh, ya, walaupun sedikit menyerupai manusia tapi aku tetap merasa tidak nyaman atas hadirnya mimpi itu. Ketika Luper membangunkanku, aku merasakan hal yang berbeda dalam hidup ini. Gelap, tatapanku menjadi kosong, jantungku berdetak sangat cepat, seperti akan ada yang datang mencabut nyawaku. Namun sekarang aku merasakan energi yang luar biasa dalam tubuhku, yang membangunkanku dari tidur-tidurku. Aku berjalan untuk pertama kalinya menuju pintu rumah. Sungguh suara hati ini membawaku untuk bisa berjalan. Akhirnya, aku sampai di pintu rumahku dan menatap pepohonan hijau nan indah. Inilah hal yang paling aku tunggu-tunggu. Aku tinggal di sebuah desa yang berada di tengah hutan, dan desa ini bernama desa Arcan, semua orang di desa Arcan sangat baik hati, namun mereka selalu menyibukan dirinya, sehingga sampai saat ini aku tidak memiliki teman. Aku ingat ketika kakakku, Ludwig, pergi dari rumah ini. Entah dimana Ludwig sekarang, aku benar-benar kesepian, aku membutuhkan teman. Terbesit di hatiku, aku ingin sekali mencari Ludwig, namun kakek tak mungkin mengizinkanku, aku menatap ke sebuah lemari milik Ludwig, dan perlahan aku mendekatinya. Aku membuka lemari itu, foto-foto kenangan diriku, Ludwig, almarhum ayahku, almarhum ibuku, dan juga kakekku. Lengkap rasanya keluargaku dulu, namun aku tak tahu mengapa sekarang seperti ini. Aku hanya tinggal bersama kakekku di sebuah desa kecil yang kurasa-ini adalah sebuah desa mati karena ikatan sosial yang kurang terjalin sesamanya. Pagi hari ini aku akan meninggalkan rumah dan pergi mencari Ludwig. Aku menulis surat pada kakek yang di simpan di atas meja makan, aku langsung mengemasi barang-barangku, dan tak lupa membawa kalung pemberian Ludwig. Kalung ini tak sempat aku pakai, karena aku takut kakekku akan segera pulang, aku pun cepat-cepat meninggalkan rumah ini dan pergi berlari tanpa arah yang pasti. Tersesatlah aku di tengah hutan dengan suara-suara binatang yang menggema dari arah selatan, aku bingung harus mencari Ludwig kemana. Aku teringat pada kalung pemberian Ludwig, lalu aku menatap kalung itu dan ketika aku memakainya, entah apa yang kurasakan, rasanya ini sungguh berenergi, tak lama kemudian kalung itu bersinar sangat terang, cahayanya menembus jauh ke dalam mataku. Aku sangat heran dengan kalung pemberian Ludwig ini, sesaat aku menatap kalung ini, kalung ini bergetar dengan kencang, semakin lama semakin bergetar. Aku melihat kembali sesosok makhluk yang ada dalam mimpiku waktu dulu, aku menampar pipiku sendiri untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi, dan benar saja, ternyata ini semua bukan mimpi. Aku pingsan karena terkejut melihat makhluk itu dan aku hanya melihat cahaya putih tanpa ada apapun didalamnya. ᖛᖛ Ketika aku membuka mataku, aku langsung melihat kalung yang menempel di leherku, aku mencoba melepaskannya, namun kalung ini tidak bisa aku lepaskan, entah mengapa rasanya seperti mengangkat batu yang sangat besar. Aku terus berusaha membuka kalung ini dan akhirnya aku menyerah, setelah berjam-jam aku mencobanya dan hasilnya hanya lah kegagalan, aku lelah dan kehausan. Aku berjalan menyusuri hutan untuk mencari sumber air, ketika aku berjalan, aku melihat sebuah jembatan dengan kabut yang tebal. Lagi-lagi suara hatiku membawaku pergi ke jembatan itu, dengan memberanikan diri, perlahan kakiku melangkah, sebenarnya aku takut, tapi sekali lagi bukan akulah yang membawa diri ini bergerak, tapi suara hatiku lah yang membuat seperti ini. Sampailah aku tepat di depan jembatan. Kini aku bingung apakah aku akan menyebrangi jembatan ini atau hanya melihatnya saja. Aku berfikir jembatan tua ini akan membawaku menuju sumber air agar aku tidak kehausan lagi, aku berjalan perlahan melalui jembatan, tanganku yang gemetar memegang seruntai tali tambang penahan jembatan ini, aku ingin sekali melihat ke arah bawah kakiku, namun aku tak sanggup, karena aku tahu dibalik kayu yang aku pijaki ini adalah jurang yang sangat dalam. Sekitar lima langkah lagi aku tiba di seberang jembatan, aku gerakan kakiku perlahan, karena aku takut jembatan ini akan rubuh. Akhirnya aku tiba di seberang jembatan, tidak ada kabut tebal lagi disini, tapi ... aku langsung terkejut, mataku tidak bisa berkedip, tanganku tak bisa bergerak, kakiku gemetar dan wajahku pucat. Aku melihat banyak istana dengan tekstur bangunan yang bisa di bilang tidak akan pernah ada di dunia ini, aku melihat manusia-manusia berjalan bukan dengan kakinya, mereka mengapung satu meter di atas permukaan tanah, mereka memakai jubah yang seragam, aku juga melihat pohon yang berjalan, ya, pohon itu bergerak layaknya manusia, aku melihat burung elang sangat besar berwarna merah dan berpijarkan api, mereka semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing, aku masih belum bisa menggerakan diriku ini, apa aku bermimpi lagi. Ternyata benar saja, aku tidak sedang bermimpi. Suara hatiku menguatkanku untuk berjalan, lalu aku berjalan ke sebuah tenda dekat dengan istana yang besar itu. Aku pun masuk ke dalam tenda itu dan aku terkejut, ternyata ada seorang anak lelaki seumur denganku, terlihat sedang membaca sebuah buku di tenda ini. Dia menyuruhku untuk diam dan tidak berisik, aku sangat heran kenapa dia ada disini, begitupun dengannya, terlihat wajahnya heran menatapku. Setelah aku berbicara dengannya, ternyata dia adalah seorang sandra, dia di sandra oleh bangsa Elf karena dia adalah anak dari seorang Profesor yang pernah menghancurkan separuh bangsa Elf, aku sungguh bingung atas apa yang lelaki ini ucapkan, dia bernama Louis, Louis bilang ini adalah negeri Elf dimana tak ada satu pun manusia di sini kecuali bangsa Elf sendiri. Aku baru sadar atas apa yang telah aku lihat, ternyata benar saja mereka itu bukan manusia, melainkan setengah roh, Pantas saja aku melihat mereka berterbangan. Louis ternyata sungguh berwawasan, Louis tahu sejarah terciptanya bangsa Elf menurut mitos, Louis juga membawa sebuah buku yang isinya berupa legenda kehidupan bangsa Elf. Louis memberi buku itu padaku, aku sungguh berterima kasih pada Louis, ketika aku membuka halaman pertamanya, aku tidak mengerti bahasa yang ditulis dalam buku ini. Louis membantuku menerjemahkannya, setelah selesai membaca, sekarang aku tahu apa itu dunia Elf dan aku sadar bahwa aku bukanlah pemimpi. ᖛᖛᖛ Tak lama ketika aku sedang berbincang dengan Loius, datang salah satu bangsa Elf masuk ke dalam tenda kami, aku sangat terkejut dan aku juga sangat takut. Untunglah sebelum Elf itu datang, aku telah disembunyikan oleh Louis di sebuah kotak box besar tepat di belakang Louis. Walau disini sangat pengap dan gelap, tapi inilah satu-satunya cara agar aku tidak bertemu dengan bangsa Elf, aku menunggu dan terus menunggu, ternyata Elf itu menjaga Louis yang sedang membaca buku. Aku mulai pusing karena kekurangan udara, aku berharap Louis cepat-cepat mengeluarkanku dari kotak ini. Sialnya, Elf tidak juga pergi, Elf tetap berjaga di hadapan Louis. Akhirnya suara tangan yang memegang kotak ini datang, aku sangat senang karena aku akan menghirup udara segar lagi, Louis membuka gembok yang mengunci kotak ini dan dia pun membuka kotak besar tempatku bersembunyi ini secara perlahan, aku berkata pada Louis, "Ayo Louis cepat keluarkan aku dari kotak ini !". Akhirnya aku dapat bernafas dengan normal sejenak, tapi tidak kali ini. Ternyata Louis sedang di seret entah kemana oleh para Elf itu, dan yang membukakan kotak tempat bersembunyiku tadi bukanlah Louis, melainkan para Elf. Aku berusaha berlari melewati Elf yang membukakan kotak tadi, dan untungnya aku berhasil melewatinya, lalu aku keluar tenda dan langsung berlari tanpa melihat ke arah depan. Ya ampun, aku menabrak sesuatu yang keras, aku pun terjatuh, ketika aku melihat ke atas ternyata aku menabrak para Elf, aku tetap berusaha bangkit dan kembali berlari, namun tiba-tiba saja kakiku terasa menyatu dengan tanah, tak bisa aku gerakan, aku tidak bisa melangkah dan aku hanya bisa menangis, mereka tertawa melihatku menangis, dan kakiku melangkah dengan sendirinya menuju ke sebuah penjara di dalam istana itu. Diiringi para Elf kakiku terus berjalan, aku sangat heran mengapa kakiku seperti ini, ini bukan aku yang menggerakannya, aku berhenti menangis ketika melihat Louis berada di dalam penjara itu. Aku masuk dengan sendirinya ke dalam penjara dan di kurung bersama Louis. Di dalam penjara aku bertanya pada Louis mengapa kakiku bergerak dengan sendirinya, Louis menjawab bahwa yang menggerakan kakiku adalah para Elf itu, bangsa Elf memiliki elemen Mentalism yang artinya mereka dapat mengendalikan saraf-saraf manusia. Aku benar-benar kagum pada Louis, Louis sangat cerdas. Terbesit di otakku untuk mengajak Louis meloloskan diri dari Istana Elf ini, aku pun membujuk Louis agar kita meloloskan diri dari sini. Namun Louis hanya terdiam, Louis bilang tak akan ada yang bisa keluar dari Istana Elf selain bangsa Sumeria. Aku sungguh penasaran apa itu bangsa Sumeria, Louis bilang bangsa Sumeria memiliki elemen Earthalism yang berarti dapat mengendalikan alam, bangsa Sumeria dapat berkomunikasi dengan hewan, bahkan tumbuhan. Bangsa Sumeria mengalahkan bangsa Elf dengan cara mengumpulkan seiisi hutan dan menggabungkannya dengan kekuatan lumpur, itulah yang diucapkan Louis. Aku berfikir bagaimana caranya agar kami bisa keluar dari penjara yang mewah ini, ya, walaupun penjara ini mewah tapi tetap saja ini penjara. aku berjalan mondar-mandir mencari jalan keluar dari panjara ini, sementara Louis hanya duduk terdiam dan terlihat dia sedang melamun. Tak lama kemudian, Louis berdiri dan Louis bilang ia punya satu cara untuk keluar dari penjara ini. Aku sangat penasaran apa ide yang ada pada diri Louis saat ini, aku pun bertanya pada Louis, lalu Louis bilang kita harus memanggil bangsa Sumeria. Aku heran dengan ide Louis ini, aku tak mengerti bagaimana cara memanggil bangsa Sumeria. Louis mengeluarkan sebuah alat dari tasnya, anehnya Louis hanya mengeluarkan sebuah pisau kecil, aku sungguh heran. Louis mengajakku ke pojok dinding, aku lihat Louis sedang mengoreh-ngoreh lantai. Ternyata Louis ingin menghancurkan satu kotak lantainya, setelah aku lihat lantai itu hancur, Louis menyuruhku mengambilkan botol air minum yang ada di tasnya. Aku pun mengambilnya dan memberikannya pada Louis, aku heran, Louis sebenarnya mau berbuat apa. Louis meneteskan air dalam botol minumnya ke tanah yang Louis gali tadi, aku tidak melihat perubahaan apapun setelah Louis meneteskan air itu, bahkan ini semua tidak membuat kita keluar dari penjara ini. Ketika aku melamun, aku lihat Louis sedang berucap sesuatu dan Louis berlutut menghadap tanah tadi. Aku mendekatinya dan menatap matanya, Louis sedang memejamkan matanya, dan bibirnya sedang mengucapkan kata-kata yang tak aku mengerti. Tak lama kemudian aku melihat tanah itu berubah menjadi lumpur berwarna merah dan membentuk seperti spiral, aku lihat lumpur itu seakan-akan menarik tubuh Louis untuk masuk ke dalam lumpur. Namun yang aku perhatikan, Louis tetap melakukan hal yang sama, memejamkan matanya dan terus mengucap. Lumpur itu terlihat seperti menggejolak, aku pun mengikuti Louis, aku menutup mataku dan aku mengulang apa yang Louis ucapkan. Lalu aku tak mendengar suara Louis, mungkin ini pertanda bahwa Louis sudah menyelesaikan ritualnya. Aku membuka mataku perlahan dan tatapanku tertuju pada genangan air tepat di lututku, aku benar-benar heran, tadinya tidak ada genangan air di depanku, yang ada hanya lumpur merah. Namun sekarang aku benar-benar melihat genangan air yang sangat jernih, aku melihat wajah Louis mendekati genangan air itu. Louis sedang berbicara dengan seseorang yang berada dalam genangan air tersebut, karena rasa penasaranku yang tinggi, aku ikut mendekati genangan air, aku melihat ada seseorang disana, yang aku tahu bahwa air itu sifatnya memantulkan, bila aku berkaca di air maka yang terlihat ya aku, diriku yang terlihat. Tapi ini berbeda, bukan aku, bukan pula Louis yang ada di genangan air tersebut, melainkan seseorang dengan rambut yang panjang berdiri gagah, Louis berbincang dengan orang itu, mereka berbicara dengan bahasa yang tidak aku kuasai, sehingga membuat aku kebingungan. Setelah selesai, Louis menceritakan semuanya padaku, Louis bilang dia melakukan ritual untuk berkomunikasi dengan bangsa Sumeria, aku mengerti sekarang, ternyata Louis meminta bantuan bangsa Sumeria dengan cara telepati melalui tanah. Bangsa Sumeria akan datang setelah hilangnya bulan purnama, karena di bulan purnama bangsa Elf memiliki kekuatan lebih. Aku dan Louis hanya bisa menunggu, tak ada cara lain untuk keluar dari penjara ini. Perutku sudah terasa lapar, aku memegang perutku dengan wajah yang menahan rasa lapar. Lalu Louis menghampiriku dan memberi aku sebuah roti, aku memakan roti itu dengan sangat cepat, wajar, aku sangat kelaparan. Louis bertanya kepadaku, apa yang ada di leherku ini dan aku menjawab ini hanyalah sebuah kalung pemberian kakakku, Ludwig. Aku melihat tatapan Louis yang aneh, dia seperti mengetahui sesuatu tentang kalung yang aku gunakan ini. Louis bilang padaku bahwa aku adalah orang yang terpilih, aku ingin tahu lebih lanjut maksud dari perkataan Louis ini, namun tiba-tiba para Elf memaksa kita untuk mengikutinya, aku dan Louis berjalan di pandu oleh para Elf, lalu dari kejauhan aku melihat ada sebuah tabung besar yang didalamnya terdapat sebuah kasur yang terbuat dari baja yang berkilau. Suara hatiku berbisik padaku agar aku cepat lari meloloskan diri, aku berbisik pada Louis "pada hitungan ketiga, lari sekencang-kencangnya!". Ketika hitungan ketiga aku bisikan, kami berlari dengan cepat ke sebuah gerobak sodor, diselimuti jerami yang tebal kami bersembunyi. Jantungku berdegup sangat cepat, begitu juga dengan Louis, sampai-sampai aku bisa mendengarkan bunyi detak jantungnya. Aku mulai kebingungan, bagaimana cara kami keluar dari belenggu ini, aku memutuskan untuk mengintip dari selah-selah jerami, aku berkata pada Louis bahwa para Elf sedang sibuk, namun aku tak mendengar Louis berbicara, bahkan detak jantungnya yang tadi aku dengar, sekarang sudah menghilang entah kemana, aku pun menoleh ke arah Louis dan dia tidak ada. Oh my God, aku kehilangan dirinya, nafasku berhembus dengan sangat cepat, aku sungguh takut menghadapi bangsa Elf sendirian. Suara siulan dari arah utara membuat suara hatiku agar melihat ke arah utara, ketika aku mengintip ke arah utara, ternyata dari kejauhan aku melihat Louis sedang berdiri disana dan melambaikan tangannya padaku. Ini pertanda bahwa dia menemukan sebuah jalan keluar dari tempat ini, aku langsung bergegas berdiri dan meloncati gerobak sodor, jerami-jerami berserakan dan sebagiannya melayang-layang karena hembusan angin yang besar. Sialnya, suara kakiku yang mengenai gerobak tadi ketika aku melompat, mencuri perhatian para Elf, tatapan mereka tertuju padaku, serentak para Elf melayang menghampiriku. Kini apa yang harus aku lakukan, aku berlari ke arah Louis, namun saking tergesa-gesanya aku terjatuh, aku menatap Louis yang sedang menatapku dengan penuh kesedihan, dia tak mungkin membantuku dalam keadaan seperti ini. Kedua tanganku dilingkari aura yang sangat panas, aku tak bisa menggerakan tanganku ini. Rasanya seperti borgol yang telah di rebus, aku di seret menuju tabung yang tadi aku lihat, aku melihat Louis berlari ke arahku, namun aku berteriak agar dia pergi dari tempat ini. Louis berbalik arah, dan aku melihatnya berlari ke arah selatan, entah akan kemana Louis pergi. Sampailah aku di dalam sebuah tabung besar dengan oxygen buatan, aku di tidurkan di sebuah kasur yang terbuat dari baja berkilau. Kepala ku ditutupi sebuah benda seperti helm, aku menatap langit dan aku melihat tiga buah bintang dan juga awan-awan yang menghiasinya. Aku tersadar, ternyata sekarang bulan purnama telah menghilang, aku ingat perkataan Louis bahwa bangsa Sumeria akan datang ketika bulan purnama hilang. Benar saja, tak lama kemudian bangsa Sumeria datang dengan berbagai jenis binatang yang telah di evolusi, aku melihat Louis sedang bersama mereka dan dia sedang menunggangi seekor singa besar yang bercahaya dengan taring yang panjang. Pertempuran pun terjadi antara bangsa Elf dan bangsa Sumeria, aku berteriak memanggil Louis, namun dia sedang bertempur, tak ada yang mendengar teriakanku. Tiba-tiba ada seseorang dengan jubah berbulunya menghancurkan tabung tempat aku ditidurkan ini, dia menunggangi seekor kuda hitam dengan tanduk yang berkobaran api, dia juga membawa seorang temannya yang berjubah putih membawa botol yang didalamnya ada sebuah tumbuh-tumbuhan herbal. Lalu pria dengan jubah berbulu itu menarikku menaiki kudanya, aku merasakan ikatan batin dengan pria ini, sambil berperang, aku di berikan herbal yang ada dalam botol tersebut oleh pria berjubah putih dan aku memakannya. Sekarang aku sungguh merasakan energi yang keluar dari tubuhku, aku merasakan perubahan yang terjadi pada tubuhku setelah aku memakan tumbuhan itu. Aku melihat seorang kakek yang sepertinya dia adalah pengendali dari hewan-hewan ini. Aku turun dari kuda yang kami tunggangi, dan aku berlari ke arah kakek itu. aku meminta pada kakek itu seekor binatang untuk aku tunggangi, lalu dia memberiku seekor gajah berwarna merah, aku pun menaikinya dan aku bertarung dengan bangsa Elf sepenuh tenaga yang aku punya. Aku melihat Louise sedang sibuk melawan para Elf. Sepertinya semakin lama pasukan kami semakin kelelahan, aku dan gajahku berlari ke arah kakek tadi, aku menyuruhnya untuk menghentikan pertarungan dan kembali pulang, karena aku rasa tidak mungkin mengalahkan bangsa Elf yang begitu banyaknya. Kakek pun memberi aba-aba pada pasukannya dan dia membukakan pintu teleport menuju dunia Sumeria, aku masuk ke dalam teleport ini, aku melihat Louise masih dalam pertempuran. Di sisi lain, Kakek akan segera menutup pintu teleport ini, aku berteriak pada Louis agar ia cepat masuk teleport. Namun kakek perlahan menutup pintu teleport ini, lubang pintu teleport semakin mengecil, sementara itu Louis masih terjebak di sana. ᖛᖛᖛᖛ Sampailah aku di sebuah tempat dengan nuansa padang pasir yang aneh. Aku bicara aneh karena memang di sini sangat aneh, matahari terbit di sebelah selatan dan tenggelam di utara. Kurasa waktu di sini berjalan lebih cepat daripada waktu di duniaku. Bayangkan saja, tiga jam berdiam di sini, matahari yang tadinya di sebelah selatan, kini sudah berada di utara. Memang ini terdengar sangat aneh, tapi harus aku terima, di sini, di negeri Sumeria sungguh berbeda. Seketika, aku teringat pada Louis. Rasanya sungguh berbeda ketika aku berpisah dengannya. Entah rasa apa yang ada dalam hati ini, jujur -aku baru merasakannya. Tiba-tiba datang seorang pria Sumeria berambut panjang. Dia menatap wajahku yang sedang sedih bercampur bingung. "Kau sedang merindukan seseorang?" pria itu berkata dengan tatapan yang serius, aku sebenarnya takut pada dirinya. Kumis yang tebal, juga janggut yang menghiasi dagunya seolah-olah membuatku berfikir bahwa dia adalah seorang teroris. Aku tidak menjawab pertanyaan darinya, aku berpura-pura tidak mendengar apapun. Aku memutarkan bola mata seolah-olah tidak melihat ada seseorang di hadapanku. Pria di hadapan ku ini berkata lagi, "Perkenalkan, namaku Arbelous. Aku adalah anak pertama dari Raja Sumeria dan yang di sana itu adik perempuanku, Chena (sambil menunjuk ke arah utara)." Sungguh aneh, mengapa aku harus di pertemukan dengan pria menakutkan ini. Aku tetap saja berpura-pura tidak mendengar. Perutku sangat lapar, aku menahannya karena aku tidak mau satu urang pun yang tahu bahwa aku sedang kelaparan. Bisa-bisa kalau mereka tahu aku lapar, aku akan di beri pasir sebagai menu makanan di sini. Pria berambut gondrong di hadapanku ini terus saja menatapku dengan tatapan yang misterius, dia pun berkata, "kau lapar, ya? tunggu sebentar, akan aku ambilkan makanan untukmu." Ketika dia berpaling dan menggerakan tubuhnya, serentak aku memegang tangannya yang kasar, dengan maksud agar aku tidak di berikan pasir sebagai menu makananku. "Apa kau akan memberiku pasir sebagai menu makananku?" dengan wajahku yang merah menahan rasa malu karena terpaksa harus memegang tangannya. Pria itu pun menghentikan langkahnya dan dia kali ini menatapku dengan sebuah senyuman manis yang di hiasi lesung pipinya. Seketika aku melamun menatap wajahnya yang ku akui -ya, lumayan manis untuk di pandang. Dia berkata, "Aku tidak mungkin memberikan pasir sebagai makananmu, rasanya itu terlalu jahat untuk seorang gadis cantik sepertimu." Wajahku yang merah menjadi semakin merah karena tak kuasa menahan rasa malu akan rayuan yang pria itu ucapkan. Tangan pun aku ayunkan ke depan paha karena aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Wajar saja, itu adalah rayuan pertama yang membuat aku gugup. Aku kembali duduk di atas pasir kuning yang "nyaman". Pria itu melanjutkan langkahnya untuk mengambilkan aku makanan. Sembari menunggu pria gondrong itu datang, aku beranjak dari pasir yang ku duduki ini. Aku berjalan ke sebuah tempat yang kurasa itu adalah gudang. Sampailah aku tepat di depan pintu gudang ini, suara hati ini membawaku untuk masuk ke dalam gudang. Serentak aku buka pintu ini dan ku lihat gudang lumayan gelap. Ku lihat lampu bohlam yang sudah pecah masih menempel di atap gudang, namun tatapanku terpaku pada sebuah rak buku yang tingginya hampir tiga meter. Bola mataku sampai-sampai pegal melihat ke atas lemari ini, ternyata di selah-selah rak lemari itu ku lihat ada sebuah buku bergeletak. Perlahan aku melangkahkan kakiku menuju buku yang sangat tebal, ketika aku sampai tepat di depan buku itu, aku tidak melihat cover buku itu dengan begitu jelas karena terhalangi debu-debu. Aku meniupkan hembusan lewat mulutku untuk menghilangkan debu yang menempel di buku yang tebal ini. Aku melihat judul buku yang tertulis, "The Book of Sumeria's" -membuatku sungguh penasaran akan isinya. Saat aku membuka halaman pertama buku tersebut, aku melihat gambar-gambar bangsa Sumeria dengan bangsa kami -manusia. Suara hatiku berbisik bahwa seolah-olah aku harus membaca buku ini. Namun aku teringat pada pria gondrong itu, "Jangan-jangan dia sudah menungguku lama." Lalu aku pergi meninggalkan gudang itu dan berlari ke arah pria gondrong. Untungnya dia sedang berbincang dengan suku Sumeria lainnya. Wah, dia benar-benar membawakanku sebuah makanan yang lezat dengan sambal yang membuat bibirku terasa gatal ingin segera menyicipnya. Tanpa basa-basi aku pun langsung melahap makanan tersebut. Wajar, aku gadis yang sedang kelaparan. Seketika pria gondrong itu datang dan berdiri tepat di depan wajahku yang belepotan ini. Lagi-lagi dia menatapku dengan senyuman manisnya itu yang kali ini membuatku berhenti makan, aku lihat tangan kanannya yang seolah-olah bergerak perlahan, membuat aku berfikir bahwa dia ingin mengayun ke arah pipiku. Ternyata dia mengusap bibirku yang belepotan penuh dengan nasi, sungguh senang rasanya ada seseorang yang peduli terhadapku. Tapi tetap saja, dia itu pria yang menakutkan. Sesudah itu, dia seolah akan pergi entah kemana tanpa berucap apapun. "Hey, Arbelous!" tanpa sengaja aku mengucap namanya yang aneh itu, entah mengapa kata-kata itu keluar dari mulutku dengan sendirinya. Pria gondrong menolehkan kepalanya padaku, aku tersenyum tak tahu kenapa. Rasanya sangat berbeda, seperti ada sesuatu dalam hatiku yang membuat aku melakukan hal semacam ini. Saat pria gondrong itu mendekat, jantungku berdebar-debar seolah aku di hadapkan dengan malaikat berkulit hitam yang berlesung pipi dan tampan. "Apa kau ingin pergi denganku malam ini?" Ujar pria gondrong itu sembari menyipitkan sebelah matanya. Lalu aku menjawab, "Memangnya kau akan mengajak aku kemana?" Pria gondrong pun berbalik badan dan berjalan perlahan sambil berkata, "Temui aku saat matahari terbenaam, tepat di tempat yang sama." Betapa senangnya hatiku ini, hati yang pertama kalinya mendapatkan perlakuan spesial dari seorang pria aneh. Aku loncat kegirangan saat dia berkata seperti itu, saat aku melompat-lompat ternyata ada seorang wanita yang menatapku dengan penuh sinis. Kurasa aku mengenalinya, sepertinya wanita itu adalah adiknya Arbelous. Aku masuk ke rumah ketua suku Sumeria, Oilic. Oilik adalah seorang kakek yang ramah, baik dan perhatian. Pantas saja, dia di segani oleh semua orang di negeri Sumeria ini. Dia menyuruhku untuk beristirahat dan aku pun tidur di kamar tamu dengan nyenyaknya. Saat matahari terbenam, aku terbangun karena ingat dengan janjiku pada Arbelous untuk menemuinya di tempat tadi. Aku bergegas cepat menuju tempat itu. Namun dari kejauhan aku tak melihat Arbelous sedikitpun. Aku tetap berlari untuk memastikan bahwa Arbelous telah menungguku lama. Sampailah aku di tempat itu, tapi benar saja, ternyata Arbelous tidak ada. Di sini sangat sepi, membuat bulu kudukku merinding. Beralaskan pasir kuning, bertemakan langit yang kemerah-merahan dan dinginnya angin malam, aku menunggu Arbelous sembari duduk dengan tangan mendekap kedua lututku. Suasana mulai mencengangkan, hari semakin gelap dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang menempel di mataku, dan itu menghalangi penglihatanku. Aku tak bisa melihat apa-apa selain warna hitam. Lalu sesuatu yang menempel tersebut hilang dan berubah menjadi sebuah senyuman manis yang aku kenal, ya, ternyata itu tangan kasarnya Arbelous. Senangnya hatiku atas surprise yang Arbelous berikan. Seketika aku memeluk tubuhnya yang hangat seolah-olah aku tidak bertemunya bertahun-tahun, lalu aku lepaskan pelukanku itu karena aku sungguh malu. Refleks, ya, itu hanyalah sebuah refleks belaka dan tak lebih dari itu. Dia mengajaku berjalan ke arah hutan yang tak jauh dari padang pasir tempat bangsa Sumeria tinggal. Aku masuk ke hutan dengan penuh rasa takut, namun Arbelous memegang tanganku erat, seolah-olah dia tak mau kehilanganku. Kami tiba di sebuah tempat dengan pemandangan yang sangat indah, bintang dan bulan sungguh besar bila di lihat di tempat ini. Kami duduk di atas sebuah pohon yang tinggi dan menatap seisi dunia. Sepertinya bila aku hidup dengan kebahagiaan ini selamanya, aku akan mati karena tak kuasa menatap indahnya malam di sini. Dia bertanya kepadaku, "Apa kau tak tahu keistimewaan dirimu?" Aku sangat bingung, pertanyaan yang dia lontarkan membuat otakku berputar cepat. Lalu aku jawab, "Tentu tidak, bila aku tahu apa keistimewaan diriku, maka aku akan riya." Arbelous pun tersenyum dan berkata, "Hal yang membuatmu dapat ke sini, itulah istimewanya dirimu. Hal yang menabjubkan dari yang pernah aku lihat. Seorang gadis berumur 15 tahun yang tersesat di dunia yang berbeda. Rasanya aku bermimpi." Aku hanya heran, mengapa dia berucap seperti itu. Namun yang jelas, untuk kedua kalinya dia membuat wajahku merah lagi. Oh, my god, apa yang harus ku lakukan setelah dia berkata seperti ini. Untungnya, dia mengajakku untuk beristirahat karena waktu sudah larut malam. Maklum, waktu di negeri Sumeria berbeda dengan negeriku Dunia. ᖛᖛᖛᖛᖛ Kami berjalan pulang dengan langkah-langkah kecil supaya aku bisa berbincang banyak dengannya, namun tiba-tiba aku mendengar sebuah tembakan, seperti panah yang akan menusuk kita. Kalung pemberian Ludwig bergetar dan aku panik, aku tak tahu harus bagaimana. Yang aku lakukan yaitu memberi tahu Arbelous bahwa akan ada sesuatu yang datang mendekati kami, sesuatu yang sangat panas. Arbelous dengan sigapnya melompat sangat tinggi ke arah dua pepohonan yang menjadi jalur melesatnya sebuah panah api dan dia meniup panah itu hingga panahnya berbalik arah menancap tepat di pohon tersebut. Entah ilmu apa yang dia miliki, tapi sungguh, dia membuatku kagum. Aku melihat ada selembar kertas yang menempel di panah tersebut dan aku mengambilnya. "Arbelous, kami akan menyerang negerimu dalam waktu dekat, kami akan balas dendam atas kerusakan yang kau buat di negeri kami." Ya, isi kertas ini membuatku berfikir bahwa aku akan terlibat di sebuah perang yang hebat. Arbelous membawaku berlari menuju suku Sumeria. Dia mengumpulkan semua orang yang ada di Sumeri ini, dia mengumumkan bahwa akan ada serangan tiba-tiba ke negerinya. Semua orang di sini sibuk entah mempersiapkan apa, sedangkan aku hanya berdiri di tengah keramaian negeri ini. Arbelous berkata, "Apa yang kau tunggu, cepat masuk ke lorong!" Aku pun berlari menuju lorong yang dia maksud, namun ketika aku menunduk masuk ke lorong bawah tanah, telingaku mendengar tangisan dari anak kecil yang menangis di tengah ramainya negeri ini. Aku berlari untuk membawa anak itu masuk ke lorong bersamaku, ketika kurang lebih dua meter di hadapan anak tersebut tiba-tiba bangsa Elf muncul tepat di belakang anak kecil itu. Serentak aku menghentikan laju lariku dan berbalik arah sambil berteriak, "Arbelous!" Namun rasanya teriakanku ini sia-sia, karena aku tak melihat Arbelous di sekitarku. Para Elf mengejarku, aku berusaha berlari sekencang-kencangnya menuju lorong itu. Namun mereka mengunci kakikku dengan ilmu mentalism-nya, aku mencoba menggerakan kakikku. Tapi rasanya bila aku semakin melawan, kaki ini semakin sulit di gerakan. Mereka semakin mendekat dan aku mulai kebingungan. Dari sisi lain Arbelous datang menyelamatkanku dengan binatang-binatang yang ia bawa dari hutan, mereka pun berperang dan kakikku kembali bisa di gerakan. Aku bergegas lari ke lorong tadi, namun sialnya, lorong itu terkunci. Aku menengok-nengokan kepalaku seraya mencari tempat persembunyian yang kurasa aman, lalu tatapanku tertuju pada sebuah gentong yang aku perkirakan cukup untuk menampung badanku yang mungil ini. Lalu aku berlari dan melompat masuk ke dalam gentong itu. Di sini sangat gelap, bisa-bisa aku kehabisan nafas seperti waktu dulu bersama Louis. Kakiku rasanya gatal dan aku ingin menggaruknya, di ruang yang sempit aku pun berusaha menggapai kakiku yang terlipat-lipat. Ketika tanganku menggapainya, aku rasa ada sesuatu di selah-selah jemari kaki dan aku ambil benda itu. Aku angkat tanganku dengan susahnya, sampai-sampai keringatku membasahi lantai gentong ini. Untunglah, benda yang ku ambil tadi adalah sebuah pisau kecil. Ya, ini bisa ku gunakan untuk melubangi sedikit gentong ini agar setidaknya aku bisa melihat pertempuran di luar sana. Aku mulai menempelkan ujung pisau pada kayu yang hampir lapuk ini dengan perlahan, "Berhasil." Lalu aku tatap lubang yang baru saja ku buat itu, bola mataku menyempil-nyempil ke lubang yang kecil. Ketika menatap keluar, rasanya sungguh aneh. Tetap saja gelap, tak ada sesuatu di luar sana selain kegelapan. Aku tarik mataku kembali dari lubang kecil itu dan menarik nafas karena aku mulai merasa pengap di sini. Rasa penasaranku membawaku untuk kembali menengok situasi di luar sana, aku tempelkan mataku di lubang kecil itu dan ternyata memang benar, di sana tak ada apapun selain kegelapan. Namun aku merasakan hal yang aneh. Panas, berbau agak aneh, bulu kudukku merinding dan suara hatiku berkata agar aku berhati-hati. Aku putuskan untuk melirik satu kali lagi ke lubang itu, aku tempelkan mataku dan aku melihat sebuah gigi yang runcing, bibir yang hitam, dan mata yang berwarna hitam polos. Aku pun berteriak dengan sangat kencang, "Waaaaaaa ...," Aku langsung melompat dari gentong itu dan berlari ke arah Arbelous. Namun ketika aku berlari, kakiku terkilir. Rasanya sangat sakit sekali, aku tak sanggup berlari lagi. Kini aku benar-benar pasrah akan takdir apapun yang menimpaku. Para Elf menghampiriku dan tangan mereka serentak memegang kakiku yang akan di seret seperti waktu dulu, namun anehnya mereka malah terdiam seolah-olah waktu yang berhenti. Aku melihat sekelilingku dan ternyata benar saja semuanya berhenti, tak ada satu pun yang bergerang terkecuali Arbelous. "Apa yang kau lakukan?" tanyaku, Arbelous menjawab sambil tergesa-gesa, "Sentuhan klasik dalam jiwaku." Arbelous menggendongku dan dia berlari sangat cepat, sampai-sampai sepatu merahku terlepas. Kami pergi menuju sebuah bukit yang bisa ku katakan bahwa ini salah satu tempat persembunyian yang konyol. "Mengapa harus bukit ini yang menjadi tempat persembunyian kita?" tanyaku. Lalu Arbelous berkata, "Aku tak bersembunyi dari mereka, justru aku ingin menunjukan pada mereka bahwa di sini ada seorang gadis yang sangat hebat." Aku sangat bingung, aku pun bertanya kembali padanya, "Apa maksudmu gadis itu- aku?" Arbelous mengangkat bahunya dan berkata, "Ya, tentu saja. Akan ku beri tahu bagaimana caranya menghidupkan kalung yang kau pakai itu." Mataku berkedip-kedip seraya tak mengerti apa yang dia ucapkan. Ku arahkan tatapanku pada kalung yang ku pakai ini dan aku berkata pada Arbelous, "Apa kalungku ini hidup? bagaimana cara menghidupkannya? dan mengapa kau tahu bahwa kalung ini sungguh hidup?" lalu dia menjawab, "Kau lupa, ya? bahwa bangsa Sumeria dapat membaca fikiran manusia? baiklah, lupakan saja hal itu. Sekarang yang harus kau lakukan adalah fokus, gunakan suara hatimu agar kalung itu hidup. Karena hanya kau yang bisa mengalahkan mereka."
Jaminan Kepuasan 100%, Bebas Resiko, Tanpa Syarat ala Leanpub
Dalam 60 hari sesudah pembelian Anda bisa memperoleh 100% refund atas pembelian di Leanpub dengan dua klik. Kami memproses refund secara manual, sehingga mungkin butuh beberapa hari sampai selesai.
Lihat ketentuan lengkap
Dapatkan $8 untuk Pembelian $10, dan $16 untuk Pembelian $20
Kami membayar 80% royalti untuk pembelian $7,99 atau lebih, dan 80% royalti dikurangi biaya tetap 50 sen untuk pembelian antara $0,99 dan $7,98. Anda mendapatkan $8 dari penjualan $10, dan $16 dari penjualan $20. Jadi, jika kami menjual 5000 eksemplar buku Anda yang tidak dikembalikan seharga $20, Anda akan mendapatkan $80,000.
(Ya, beberapa penulis sudah menghasilkan jauh lebih banyak dari itu di Leanpub.)
Faktanya, para penulis telah mendapatkanlebih dari $13 jutadengan menulis, menerbitkan, dan menjual di Leanpub.
Pelajari lebih lanjut tentang menulis di Leanpub
Free Updates. DRM Free.
If you buy a Leanpub book, you get free updates for as long as the author updates the book! Many authors use Leanpub to publish their books in-progress, while they are writing them. All readers get free updates, regardless of when they bought the book or how much they paid (including free).
Most Leanpub books are available in PDF (for computers) and EPUB (for phones, tablets, and Kindle). The formats that a book includes are shown at the top right corner of this page.
Finally, Leanpub books don't have any DRM copy-protection nonsense, so you can easily read them on any supported device.
Learn more about Leanpub's ebook formats and where to read them